Sepenggalinfo - Tanah Papua, yang dikenal dengan kekayaan alamnya yang luar biasa, telah menjadi sasaran perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di wilayah ini. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan ini telah menguasai sejumlah besar lahan dan hutan di Papua, mengakibatkan konflik dan krisis kemanusiaan yang parah.
Menurut analisis pengkaplingan tanah Papua oleh Forum Kerja Sama Lembaga Swadaya Masyarakat (Foker-LSM) Papua dengan sejumlah LSM pengiat lingkungan di Papua, sekitar 14 juta hektare lahan dan hutan di Papua telah dikapling oleh perusahaan. Masyarakat Papua pun makin terjepit dan kepedihan serta luka mendalam telah dibiarkan dalam hati warga Papua.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua ini tidak hanya menguasai lahan dan hutan, tetapi juga mengganggu kehidupan masyarakat adat yang tinggal di sana. Mereka mengalami korban di atas korban karena eksploitasi tambang dan pengolahan sawit yang tidak berpihak pada masyarakat adat. Hutan yang menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan masyarakat adat Awyu dan Moi, misalnya, telah rusak akibat aktivitas pengolahan sawit.
Konflik antara perusahaan dan masyarakat adat juga terjadi karena proses perizinan yang tidak transparan. Proses penerbitan izin-izin industri berbasis lahan seperti pertambangan, perkebunan sawit, dan kehutanan seringkali diputuskan di ‘ruang gelap’ tanpa melalui proses permintaan persetujuan/penolakan tanpa paksaan (PADIATAPA) atau Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) terutama masyarakat adat di lokasi industri itu beroperasi.
Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Papua telah melakukan demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA) untuk meminta pemerintah membatalkan izin pembukaan lahan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) yang berlokasi di Boven Digul. Mereka menolak rencana pembukaan lahan seluas 36.094 hektar yang berpotensi merusak ekosistem lingkungan.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua juga mengancam keberadaan alam lingkungan. PT Freeport Indonesia, misalnya, telah dikenal sebagai lambang kejahatan kemanusiaan karena hanya karena kepentingan ekonomi, kehadiran perusahaan ini telah menyebabkan aneksasi Papua ke dalam NKRI pada tahun 1960-an. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan ini telah menguasai sejumlah besar lahan dan hutan di Papua, mengakibatkan konflik dan krisis kemanusiaan yang parah. Masyarakat Papua pun makin terjepit dan kepedihan serta luka mendalam telah dibiarkan dalam hati warga Papua. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dan tindakan yang lebih serius untuk mengatasi masalah ini dan memastikan keberadaan masyarakat adat serta alam lingkungan di Papua.
Ferdi Irawan//Program Studi Ilmu politik /fakultas ilmu sosial dan Ilmu politik /UIN Raden Fatah Palembang
This post was last modified on Juni 11, 2024 12:53
Sebelum mengenal teori pembelajaran behavior, pastinya dari pembaca sudah tidak asing mendengarnya, terlebih lagi teori… Read More
Sepenggal info – Pernah dengar Shampoo tanpa garam? Atau jangan jangan kamu baru tahu bahwa… Read More
sepenggalinfo - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25… Read More
Sepenggalinfo - Untuk menerapkan demokrasi ke dalam kehidupan manusia, ada tiga tahap: masyarakat, bangsa, dan… Read More
Sepenggalinfo - Head hunter company disebut juga executive recruitment company berperan penting dalam membantu perusahaan… Read More
🎉 Selamat Datang di Dunia Undangan Digital yang Eksklusif! 💌 Apakah Anda merencanakan momen istimewa… Read More
Anda sedang mengakses website sepenggalinfo.com dalam mode AMP , nikmati kecepatan akses hingga 10 X lebih cepat via smartphone Anda